Translate

Monday, October 8, 2012

Konsep-konsep Manajemen yang Akan Hot di Indonesia


Konsep manajemen, seilmiah dan secanggih apa pun, ternyata tak banyak bedanya dari fashion, baik busana maupun gadget elektronik. Apa yang populer dipakai perusahaan-perusahaan di negara maju, biasanya juga akan ditiru perusahaan-perusahaan di negara berkembang atau agak terbelakang seperti Indonesia. Apa yang diterapkan perusahaan besar, top dan pemimpin pasar biasanya juga akan digunakan perusahaan yang lebih kecil ataupun para follower. Kalau komunitas penggunanya besar, new adopter-nya pun makin banyak. Nah, jika di negara maju, perusahaan besar, atau komunitas itu terjadi perubahan konsep yang dipakai, secepat itu perubahan juga bisa segera terjadi di antara para pengikut mereka. “Ya, tools manajemen ini seperti fashion. Jika terlihat banyak yang memakainya, berlomba-lombalah (kalangan) perusahaan menggunakan tools tersebut,” kata Alberto Hanani, pengamat manajemen dari Lab Studi Manajemen (LSM)-FEUI.


Survei konsep manajemen yang dilakukan LSM-FEUI dan SWA memang menemukan banyak perusahaan menerapkan konsep-konsep itu karena adanya kebutuhan (needs), baik akibat penurunan kinerja maupun persaingan bisnis yang makin ketat. Toh, dalam praktiknya, seperti halnya dunia fashion, tak sedikit pula yang menerapkannya secara me too. “Mereka bisa meniru habis apa yang sudah dilakukan pemain lain, terutama para market leader,” ujar Alberto. Harapan mereka umumnya agar dapat memberikan hasil yang sama dengan yang dicapai para pemimpin pasar itu. Sumber adopsinya, menurut Alberto, biasanya hasil dari pengamatan langsung di perusahaan sejenis yang lebih maju, atau buah dari lawatan ke luar negeri.

Bukti lain betapa konsep manajemen tak berbeda jauh dari dunia fashion bisa kita saksikan sehari-hari di media massa. Banyak konsultan manajemen, pakar maupun sekolah bisnis yang menyelenggarakan berbagai seminar ataupun workshop konsep manajemen dari berbagai bidang yang lagi hot. Barang dagangannya, boleh dibilang, tak jauh-jauh amat. Tema-tema (konsep) manajemen yang populer diseminarkan antara lain Good Corporate Governance (GCG), Corporate Social Responsibility (CSR), Balanced Scorecard (BSC), Six Sigma, EconomicValue Added (EVA), Customer Relationship Management (CRM), Supply Chain Management (SCM), Change Management, Outsourcing, Competency Based Human Resource Management, Performance Management, Value Based Management, 7 Habits dan BCG Matrix.

Toh, kendati rada berbau fashion, seperti sudah disinggung, Alberto mengakui belakangan konsep-konsep seperti di atas bisa populer juga karena ada kebutuhannya. Ia mencontohkan, GCG bisa marak karena makin tingginya tuntutan menjalankan praktik bisnis yang baik, benar dan transparan. Kasus manipulasi data keuangan yang kemudian meledak seperti terjadi di Enron dan WorldCom memang salah satu gongnya. Kenyataannya, pasar memang makin selektif dan demanding.

Begitu pula konsep-konsep lain. Misalnya, belakangan konsep CSR makin dilirik, karena perusahaan mulai merasakan perlunya memberi perhatian pada lingkungan sekitarnya agar ketenteraman dalam menjalankan bisnis terwujud. Pendekatan EVA di bidang keuangan juga makin diminati karena tampaknya investor makin peduli pada perusahaan yang mampu memberikan nilai tambah. Lalu, konsep CRM mulai dicermati lantaran makin banyak perusahaan menyadari mahalnya biaya akuisisi pelanggan baru ketimbang membangun loyalitas pelangan yang sudah ada. Konsep BSC dan Performance Management juga naik daun karena makin banyak perusahaan yang berciri people oriented; tidak hanya fokus pada peningkatan shareholders values, tapi juga makin peduli pada stakeholders values.

Harus diakui, hampir semua konsep yang populer di panggung bisnis Indonesia adalah konsep-konsep impor dari negara maju, kendati dalam adopsinya di perusahaan Indonesia – seperti terungkap dari survei ini – tak jarang yang mengalami penyesuaian dengan kondisi internal dan eksternal perusahaan. Memang, seperti diakui Alberto dalam sebuah diskusi dengan tim SWA, kenyataannya negara-negara maju, baik dari lingkungan industri, sekolah bisnis maupun konsultan manajemennya, sejauh ini masih menjadi pabrik konsep-konsep manajemen terbaru. Bagaimana dengan sejawat mereka, kalangan konsultan manajemen di Indonesia? Maaf saja, seperti diakui Alberto, ”Banyak dari mereka yang sebenarnya hanya menjual software (manajemen).”

Para pakar yang ditemui SWA secara terpisah, dalam bahasa yang berbeda-beda, mengakui banyak konsep yang tengah hot di negara-negara maju juga akan ngetren di Tanah Air. Kondisi ini didukung tren globalisasi dan perkembangan teknologi informasi. Dan seperti halnya pabrik, konsep-konsep manajemen terbaru yang dihadirkan pun amat beragam, dari berbagai bidang manajemen yang spesifik.

Dari bidang manajemen strategis, Sammy Kristamuljana, Kepala Departemen Strategi dan Ekonomi Bisnis Prasetiya Mulya Business School, mengungkapkan sekarang di dunia, khususnya dimulai dari Amerika Serikat, konsep Reputation Management (RM) naik daun. Menurut profesor manajemen strategi ini, RM adalah konsep yang mengedepankan respek stakeholders dan masyarakat atas suatu perusahaan. Konsep ini sebenarnya mengemuka sejak 1998, berangkat dari asumsi bahwa perusahaan – seperti halnya manusia – harus punya reputasi yang baik. Belakangan, konsep ini makin populer setelah merebak rasa ketidakpastian dan ketidakpercayaan terhadap kalangan perusahaan di AS menyusul terbukanya borok Enron dan WorldCom. “Dari situ muncul pertanyaan, bagaimana kita bisa percaya pada sebuah perusahaan. Jawabannya adalah dengan melihat reputasinya,” kata Sammy menjelaskan.

Ada beberapa komponen yang menurut Sammy bisa dipakai untuk melihat reputasi perusahaan, yakni pesona emosional namanya, tanggung jawab sosialnya, labanya dibanding para pesaing, visi dan kepemimpinannya di lingkungan industrinya, spirit di lingkungan kerjanya, serta keragaman merek barang/jasanya dan banyaknya pelanggan yang mencerminkan kebesarannya. Ia mencontohkan, nama General Electric bisa jadi jaminan mutu, karena manajemennya kredibel dan mampu mencetak laba tinggi. Lalu,Toyota mampu mencapai peringkat ke-2 terbesar di dunia setelah General Motors karena punya visi kepemimpinan di industrinya dengan mempraktikkan konsep Lean Manufacturing System. Dan, Southwest Airline bisa tetap berkibar di tengah gonjang-ganjingnya maskapai di AS, karena mampu menghadirkan spirit kerja yang baik sekaligus menantang. Terbukti dari hasil survei, Southwest dinilai merupakan tempat kerja ideal bagi para lulusan S-1 dan MBA di AS.

Di bidang manajemen yang lebih operasional, Darwin Silalahi, CEO Booz Allen & Hamilton, mengungkapkan bahwa ada dua konsep manajemen yang ngetren dalam 3-4 tahun terakhir di dunia, yakni Smart Customization (SC) yang lebih dekat ke bidang pemasaran dan Tailored Business Streams (TBS) yang lebih condong ke manajemen operasional.

SC, dijelaskan Darwin, adalah konsep manajemen yang meng-customize layanan untuk mayoritas pelanggan. Artinya, perusahaan akan diarahkan untuk lebih cerdas memilih segmen yang pertumbuhan bisnisnya cepat, berskala besar, dengan suatu proses yang dapat distandardisasi, sehingga harga jual lebih murah dan perusahaan menjadi kompetitif di pasar. Kemunculan konsep ini diawali dengan penelitian model bisnis Southwest sejak 15 tahun lalu. Kendati begitu, menurut Darwin, konsep ini pun bisa diterapkan di bisnis lainnya. Alasannya, konsep ini muncul karena ada kebutuhan memahami segmen pelanggan yang ingin dilayani kebutuhannya dan menyesuaikan produk tersebut, sehingga mereka hanya membayar atas servis yang dipakainya, tidak termasuk servis yang tidak dipakainya. Di Tanah Air, Darwin menilai, konsep SC telah dipraktikkan Lion Air. Maskapai penerbangan ini dilihatnya berhasil membidik pelanggan yang hanya butuh terbang dengan selamat, tanpa butuh servis macam-macam di bandara ataupun di udara.

Adapun TBS, menurut Darwin, adalah konsep untuk menstandardisasi proses bisnis, sehingga utilisasi aset bisa optimal. Ini memang mulanya lebih banyak dipraktikkan di bidang manufacturing. Jadi, ada pemisahaan business stream antara produk A, B, atau C, misalnya. TBS terinspirasi dari kalangan pabrikan/perakit di Cina yang membentuk dan fokus ke beberapa grup produk, sehingga biaya produksinya jadi murah. TBS dilatarbelakangi kesadaran adanya kebutuhan segmen pelanggan yang berbeda-beda, sehingga business stream untuk melayaninya juga berbeda-beda.

Darwin meramalkan kedua konsep itu akan hot di Tanah Air karena tingginya kebutuhan meningkatkan daya saing perusahaan saat pasar Indonesia diliberalisasi dan persaingan bebas terjadi. “Pada saat itu,” ujarnya, “konsumen akan beralih ke penyedia jasa yang lebih murah.”

Di bidang manajemen keuangan tak kalah menariknya. Roy Sembel, Direktur Program MM Keuangan Universitas Bina Nusantara, mengungkapkan bahwa ada satu konsep manajemen keuangan yang sudah agak populer di AS tapi belum dilirik perusahaan di Tanah Air, yakni konsep Real Option (RO). Konsep yang digunakan untuk menilai proyek ini diakuinya belum sepopuler konsep Net Present Value (NPV) yang sudah lama dipakai. Faktor kerumitan konsep RO itu yang menyebabkan penerapannya masih minim.

Toh, Roy yang baru saja diangkat sebagai guru besar manajemen keuangan oleh Unika Atma Jaya, Jakarta, menyebutkan ada kelebihan signifikan konsep RO yang sudah banyak diterapkan kalangan perusahaan multinasional ini dibanding NPV. Dalam pendekatan NPV, suatu proyek diharuskan terealisasi secara tuntas. Padahal, kenyataannya, perkembangan suatu proyek biasanya berjalan secara bertahap. Nah, dengan metode RO bisa dilihat apakah suatu proyek mengarah ke skenario yang baik atau buruk. Jika mengarah ke kondisi yang tidak menguntungkan, proyek tersebut bisa distop. Ini berbeda dari konsep NPV yang mengharuskan suatu proyek dituntaskan.

Kelebihan kedua, dalam metode RO, dikenal opsi yang disebut option for follow on investment. Dengan NPV, kalau selisih benefit dan cost-nya negatif, berarti proyek itu tidak feasible. Adapun dengan RO, proyek tidak dilihat secara terpisah, tetapi secara terpadu dengan opsi untuk berinvestasi di proyek-proyek berikutnya. “Jadi, meski perhitungan investasi pertama negatif, proyek bisa feasible asalkan ada proyek lanjutan yang mampu memberikan keuntungan. Ini misalnya bisa terjadi dalam proyek membangun hubungan dengan pelanggan.

Konsep lain yang disebutkan Roy yang juga tengah hot adalah Value At Risk (VAR). Ini adalah metode pengukuran risiko berbasis komputer yang pada dasarnya menyimulasikan berbagai peluang. Jadi, konsep VAR bisa dibilang bentuk metode yang dipraktikkan dalam bidang risk management. Roy menyebutkan, konsep VAR mulanya diperkenalkan oleh Bank of International Settlement yang bermarkas di Basel, Eropa pada 1990-an. Indonesia mendapat toleransi memundurkan penerapannya karena adanya krismon. Akan tetapi, Roy menyebutkan, konsep ini hukumnya wajib bagi perbankan nasional, jika tidak ingin dikucilkan dunia perbankan internasional. Ia menyebutkan Bank Mandiri dan Bank BCA di antara bank-bank di Tanah Air yang sudah mengadopsinya. Buat perusahaan nonbank, menurutnya, konsep ini penting karena akhirnya bank juga akan memaksakan nasabah perusahaan punya standar manajemen risiko.

Sementara itu, di bidang manajemen yang terkait dengan SDM, Tommy Sudjarwadi, Deputi Direktur Human Capital Development yang mantan konsultan di Dunamis Intermaster, menyebutkan beberapa konsep manajemen yang lagi hot, yakni Change Management, Human Capital dan Knowledge Management (KM). “Dunia ini berubah terus dan akhirnya berujung pada pengelolaan human capital,” tutur Tommy. Mengolah knowledge, menurutnya, berarti mengolah orang. Makanya, ia optimistis, KM pun akan mengarah ke konsep Knowledge Economy. Ke depan, pendapatan perusahaan akan beralih dari tangible product ke intangible product. Ia mencontohkan bagaimana Singapura yang relatif tidak punya sumber daya alam memadai mampu menjadi human capital-based country yang berhasil. Jadi, ia yakin, konsep-konsep yang berkembang akan mengikuti ketiga konsep di atas, misalnya konsep-konsep mengenai adaptabilitas, motivasi dan positive thinking.

Tentu saja, masih banyak lagi konsep manajemen di bidang-bidang spesifik yang tengah in, yang belum terungkap. Namun, Alberto meyakini – dengan berkaca pada hasil survei konsep ini – apa pun konsep manajemen yang bakal bersinar di masa mendatang, pada dasarnya bisa dimasukkan ke dalam dua kelompok besar: konsep-konsep yang diberdayakan dengan TI dan konsep-konsep yang bermuatan spiritual. Dalam kacamata Alberto, semua konsep manajemen yang bersifat teknis dan operasional – seperti EVA, BSC, Six Sigma, Kaizen, CRM, SCM, Reputation Management, Real Option, VAR, Smart Customization, TBS, Business Intelligence dan Knowledge Management – bisa dimasukkan ke kelompok pertama, berkat perkembangan TI. Jadi, nantinya, menurut dia, orang tak usah repot-repot lagi menerapkan pelbagai konsep manajemen operasional itu secara manual dan konvensional, karena sudah bisa dikomputerisasi.

Adapun konsep-konsep manajemen yang bersifat pengembangan sikap mental dan kepemimpinan – contohnya 7 Habits, 4 Roles of Leadership, Transformational Leadership dan Investor in People – akan punya kecenderungan masuk pada kelompok konsep yang berbasis spiritual (yang dalam hal ini tidak mesti melulu bermuatan religius). Alberto mengaku punya perkiraan ini, antara lain, setelah melihat larisnya seminar-seminar konsep manajemen berbasis spiritual yang digelar Ary Ginanjar, Gede Prama, Mario Teguh atau Aa Gym.

Makin besarnya peranan TI dalam penerapan konsep-konsep manajemen, khususnya yang bersifat teknis-operasional, diamini Hanny Santoso, pengamat dan pengajar manajemen TI dari UBiNus. “Saat ini hampir semua konsep manajemen bisa di-TI-kan,” ujarnya. Namun, ia mengingatkan, tak berarti semuanya bisa diimplementasikan dengan baik, jika tidak disertai kesiapan manajemen dan budaya perusahaan tersebut. Hanny mencontohkan, konsep BSC tidak akan bisa diimplementasikan bila datanya tidak tersedia, atau karena sistem reward-punishment-nya tidak jelas. Begitu pula, CRM tidak bisa dijalankan dengan benar jika hanya dianggap sebagai software belaka.

Gede Prama, pakar dan pengamat manajemen dari Dynamic Consulting, sepaham dengan perkiraan Alberto. Gede yang dikenal sebagai konseptor dan pengembang konsep manajemen spiritual di Indonesia ini amat meyakini bahwa konsep manajemen berbasis spiritual akan semakin in di masa depan. “Komunitas manusia akan semakin sadar batas-batas rasionalitasnya, sehingga saat sudah kehilangan pegangan, maka spirit akan menjadi tempat kembali,” ujarnya setengah berfilsafat.

Soal mana konsep manajemen yang bakal diadopsi perusahaan, menurut Roy Sembel, ada dua faktor yang memengaruhinya, yakni push factors dan pull factors. Push factors adalah faktor-faktor yang mendorong, memaksa atau menekan diterapkannya sebuah konsep manajemen. Biasanya ini berupa regulasi atau keharusan yang dibuat mitra bisnis. Contoh yang paling jelas adalah soal penerapan manajemen risiko di dunia perbankan. Adapun pull factors adalah faktor-faktor yang bisa menjadi daya tarik atau benefit bagi perusahaan yang menerapkannya.

Dalam bahasa yang agak berbeda Darwin menyebutkan, faktor yang paling dominan memengaruhi adopsi konsep manajemen di masa depan adalah struktur pasar. Di sini faktor-faktornya adalah tingkat kompetisi dan jumlah pemain di mana perusahaan berkiprah, ketersediaan barang substitusi, kekuatan pemasok dan kekuatan pelanggan/pembeli.

Namun, Roy mengaku, berdasarkan pengalamannya membantu bank-bank yang dihantam krisis, tak sedikit hambatan yang menghadang perusahaan untuk bisa menerapkan konsep-konsep manajemen terbaru. Di antaranya, ketidaksiapan SDM, kurangnya komitmen manajemen puncak, ketertinggalan teknologi yang digunakan, dan mahalnya biaya implementasi konsep tersebut. Sayangnya, banyak perusahaan Indonesia yang masih sekadar berusaha melanjutkan hidup. “Boro-boro memikirkan penerapan konsep manajemen terbaru, survive saja belum pasti,” kata Roy. “Hambatan terbesar justru pada perubahan mental orang-orangnya,” tutur Darmoyo Doyoatmodjo, Direktur PT Medco Energy International, ketika menceritakan pengalaman perusahaannya menerapkan konsep manajemen Assets Based Organization.

Mengenai apa yang sebaiknya dipakai agar perusahaan bisa mulus menerapkan konsep manajemen terbaru, para pakardi atas boleh dibilang punya saran yang relatif sama, yakni menyiapkan dan meningkatkan kualitas SDM, menyiapkan sistem dan prosedur yang baik, membangun komunikasi dengan stakeholders, menyiapkan mekanisme tata kelola perusahaan yang baik, membangun mental dan budaya perusahaan yang adaptif, serta punya visi dan komitmen yang jelas dari manajemen puncak dan pemilik perusahaan.

Darwin mengingatkan, karena masih banyaknya perusahaan keluarga di Indonesia, pemilik perusahaan mestinya rela melaksanakan profesionalisasi tim manajemen dan memberikan insentif bagi manajemen dalam semangat peningkatan daya saing perusahaan. Sementara buat BUMN, ia menyarankan agar manajemen tak diintervensi secara politik dan ada jaminan keberlangsungan tim manajemen agar bisa menerapkan konsep manajemen terbaru.

Dengan pendidikan dan pelatihan kepada para profesional yang punya semangat tinggi, Sammy meyakini perusahaan bisa lebih cepat mencangkokkan konsep-konsep manajemen terbaru. Dan, yang tak kalah penting, ”Perusahaan juga bisa memilah dan memilih mana konsep manajemen terbaru yang memang sesuai dengan kebutuhannya.”



Kutipan-kutipan kecil

Alberto Hanani:
“Apa pun konsep manajemen yang ngetren di masa mendatang, pada dasarnya bisa dimasukkan ke dalam dua mainstream: konsep-konsep yang diberdayakan dengan TI dan konsep-konsep yang bermuatan spiritual”.

Sammy Kristamuljana:
“Konsep Reputation Management merebak karena faktor ketidakpastian dan ketidakpercayaan orang terhadap kalangan perusahaan pasca-skandal Enron dan WorldCom.”

Darwin Silalahi:
“Konsep Smart Customization dan Tailored Business Stream akan hot di Indonesia karena tingginya kebutuhan untuk meningkatkan daya saing saat pasar Indonesia diliberalisasi dan persaingan bebas terjadi.”

Roy Sembel:
“Konsep Real Option akan lebih menarik karena banyak orang kecewa dengan model NPV biasa, sedangkan metode Value At Risk akan menjadi tren karena perbankan atau perusahaan harus semakin canggih mengukur risikonya.”

Tommy Sudjarwadi:
“Konsep-konsep (manajemen) yang berkembang akan mengikuti tiga hal berikut ini: Change Management, Human Capital dan Knowledge Management.”

Hanny Santoso:
“Hampir semua konsep manajemen bisa di-TI-kan, meskipun tidak semuanya bisa diimplementasikan dengan baik, karena tergantung pada kesiapan manajemen dan budaya perusahaan tersebut.”

Gede Prama:
“Eksisnya konsep manajemen berbasis spiritual karena sudah merupakan fitrah manusia.”

No comments:

Post a Comment