Konsep manajemen, seilmiah dan secanggih apa pun, ternyata tak banyak bedanya dari fashion, baik busana maupun gadget elektronik. Apa yang populer dipakai perusahaan-perusahaan di negara maju, biasanya juga akan ditiru perusahaan-perusahaan di negara berkembang atau agak terbelakang seperti Indonesia. Apa yang diterapkan perusahaan besar, top dan pemimpin pasar biasanya juga akan digunakan perusahaan yang lebih kecil ataupun para follower. Kalau komunitas penggunanya besar, new adopter-nya pun makin banyak. Nah, jika di negara maju, perusahaan besar, atau komunitas itu terjadi perubahan konsep yang dipakai, secepat itu perubahan juga bisa segera terjadi di antara para pengikut mereka. “Ya, tools manajemen ini seperti fashion. Jika terlihat banyak yang memakainya, berlomba-lombalah (kalangan) perusahaan menggunakan tools tersebut,†kata Alberto Hanani, pengamat manajemen dari Lab Studi Manajemen (LSM)-FEUI.
Survei konsep
manajemen yang dilakukan LSM-FEUI dan SWA memang menemukan banyak
perusahaan menerapkan konsep-konsep itu karena adanya kebutuhan (needs),
baik akibat penurunan kinerja maupun persaingan bisnis yang makin ketat. Toh,
dalam praktiknya, seperti halnya dunia fashion, tak sedikit pula yang
menerapkannya secara me too. “Mereka bisa meniru habis
apa yang sudah dilakukan pemain lain, terutama para market leader,†ujar Alberto. Harapan
mereka umumnya agar dapat memberikan hasil yang sama dengan yang dicapai para
pemimpin pasar itu. Sumber adopsinya, menurut Alberto, biasanya hasil dari
pengamatan langsung di perusahaan sejenis yang lebih maju, atau buah dari
lawatan ke luar negeri.
Bukti lain
betapa konsep manajemen tak berbeda jauh dari dunia fashion bisa kita
saksikan sehari-hari di media massa. Banyak konsultan manajemen, pakar maupun
sekolah bisnis yang menyelenggarakan berbagai seminar ataupun workshop konsep
manajemen dari berbagai bidang yang lagi hot. Barang dagangannya, boleh
dibilang, tak jauh-jauh amat. Tema-tema (konsep) manajemen yang populer
diseminarkan antara lain Good Corporate Governance (GCG), Corporate
Social Responsibility (CSR), Balanced Scorecard (BSC), Six Sigma,
EconomicValue Added (EVA), Customer Relationship Management (CRM), Supply
Chain Management (SCM), Change Management, Outsourcing,
Competency Based Human Resource Management, Performance Management,
Value Based Management, 7 Habits dan BCG Matrix.
Toh, kendati
rada berbau fashion, seperti sudah disinggung, Alberto mengakui
belakangan konsep-konsep seperti di atas bisa populer juga karena ada
kebutuhannya. Ia mencontohkan, GCG bisa marak karena makin tingginya tuntutan
menjalankan praktik bisnis yang baik, benar dan transparan. Kasus manipulasi
data keuangan yang kemudian meledak seperti terjadi di Enron dan WorldCom
memang salah satu gongnya. Kenyataannya, pasar memang makin selektif dan demanding.
Begitu pula
konsep-konsep lain. Misalnya, belakangan konsep CSR makin dilirik, karena
perusahaan mulai merasakan perlunya memberi perhatian pada lingkungan sekitarnya
agar ketenteraman dalam menjalankan bisnis terwujud. Pendekatan EVA di bidang
keuangan juga makin diminati karena tampaknya investor makin peduli pada
perusahaan yang mampu memberikan nilai tambah. Lalu, konsep CRM mulai dicermati
lantaran makin banyak perusahaan menyadari mahalnya biaya akuisisi pelanggan
baru ketimbang membangun loyalitas pelangan yang sudah ada. Konsep BSC dan Performance
Management juga naik daun karena makin banyak perusahaan yang berciri people
oriented; tidak hanya fokus pada peningkatan shareholders values,
tapi juga makin peduli pada stakeholders values.
Harus diakui,
hampir semua konsep yang populer di panggung bisnis Indonesia adalah
konsep-konsep impor dari negara maju, kendati dalam adopsinya di perusahaan
Indonesia – seperti terungkap dari survei ini
– tak jarang yang mengalami penyesuaian dengan kondisi
internal dan eksternal perusahaan. Memang, seperti diakui Alberto dalam sebuah
diskusi dengan tim SWA, kenyataannya negara-negara maju, baik dari
lingkungan industri, sekolah bisnis maupun konsultan manajemennya, sejauh ini
masih menjadi pabrik konsep-konsep manajemen terbaru. Bagaimana dengan sejawat
mereka, kalangan konsultan manajemen di Indonesia? Maaf saja, seperti diakui
Alberto, â€ÂÂBanyak
dari mereka yang sebenarnya hanya menjual software (manajemen).â€ÂÂ
Para pakar yang
ditemui SWA secara terpisah, dalam bahasa yang berbeda-beda, mengakui
banyak konsep yang tengah hot di negara-negara maju juga akan ngetren
di Tanah Air. Kondisi ini didukung tren globalisasi dan perkembangan
teknologi informasi. Dan seperti halnya pabrik, konsep-konsep manajemen terbaru
yang dihadirkan pun amat beragam, dari berbagai bidang manajemen yang spesifik.
Dari bidang
manajemen strategis, Sammy Kristamuljana, Kepala Departemen Strategi dan
Ekonomi Bisnis Prasetiya Mulya Business School, mengungkapkan sekarang di
dunia, khususnya dimulai dari Amerika Serikat, konsep Reputation Management (RM)
naik daun. Menurut profesor manajemen strategi ini, RM adalah konsep yang
mengedepankan respek stakeholders dan masyarakat atas suatu perusahaan.
Konsep ini sebenarnya mengemuka sejak 1998, berangkat dari asumsi bahwa
perusahaan – seperti halnya manusia – harus punya
reputasi yang baik. Belakangan, konsep ini makin populer setelah merebak rasa
ketidakpastian dan ketidakpercayaan terhadap kalangan perusahaan di AS menyusul
terbukanya borok Enron dan WorldCom. “Dari situ muncul
pertanyaan, bagaimana kita bisa percaya pada sebuah perusahaan. Jawabannya
adalah dengan melihat reputasinya,†kata Sammy menjelaskan.
Ada beberapa
komponen yang menurut Sammy bisa dipakai untuk melihat reputasi perusahaan,
yakni pesona emosional namanya, tanggung jawab sosialnya, labanya dibanding
para pesaing, visi dan kepemimpinannya di lingkungan industrinya, spirit di
lingkungan kerjanya, serta keragaman merek barang/jasanya dan banyaknya
pelanggan yang mencerminkan kebesarannya. Ia mencontohkan, nama General
Electric bisa jadi jaminan mutu, karena manajemennya kredibel dan mampu
mencetak laba tinggi. Lalu,Toyota mampu mencapai peringkat ke-2 terbesar di
dunia setelah General Motors karena punya visi kepemimpinan di industrinya
dengan mempraktikkan konsep Lean Manufacturing System. Dan, Southwest
Airline bisa tetap berkibar di tengah gonjang-ganjingnya maskapai di AS, karena
mampu menghadirkan spirit kerja yang baik sekaligus menantang. Terbukti dari
hasil survei, Southwest dinilai merupakan tempat kerja ideal bagi para lulusan
S-1 dan MBA di AS.
Di bidang
manajemen yang lebih operasional, Darwin Silalahi, CEO Booz Allen &
Hamilton, mengungkapkan bahwa ada dua konsep manajemen yang ngetren dalam
3-4 tahun terakhir di dunia, yakni Smart Customization (SC) yang lebih
dekat ke bidang pemasaran dan Tailored Business Streams (TBS) yang lebih
condong ke manajemen operasional.
SC, dijelaskan
Darwin, adalah konsep manajemen yang meng-customize layanan untuk
mayoritas pelanggan. Artinya, perusahaan akan diarahkan untuk lebih cerdas
memilih segmen yang pertumbuhan bisnisnya cepat, berskala besar, dengan suatu
proses yang dapat distandardisasi, sehingga harga jual lebih murah dan
perusahaan menjadi kompetitif di pasar. Kemunculan konsep ini diawali dengan
penelitian model bisnis Southwest sejak 15 tahun lalu. Kendati begitu, menurut
Darwin, konsep ini pun bisa diterapkan di bisnis lainnya. Alasannya, konsep ini
muncul karena ada kebutuhan memahami segmen pelanggan yang ingin dilayani
kebutuhannya dan menyesuaikan produk tersebut, sehingga mereka hanya membayar
atas servis yang dipakainya, tidak termasuk servis yang tidak dipakainya. Di
Tanah Air, Darwin menilai, konsep SC telah dipraktikkan Lion Air. Maskapai
penerbangan ini dilihatnya berhasil membidik pelanggan yang hanya butuh terbang
dengan selamat, tanpa butuh servis macam-macam di bandara ataupun di udara.
Adapun TBS,
menurut Darwin, adalah konsep untuk menstandardisasi proses bisnis, sehingga
utilisasi aset bisa optimal. Ini memang mulanya lebih banyak dipraktikkan di
bidang manufacturing. Jadi, ada pemisahaan business stream antara
produk A, B, atau C, misalnya. TBS terinspirasi dari kalangan pabrikan/perakit
di Cina yang membentuk dan fokus ke beberapa grup produk, sehingga biaya
produksinya jadi murah. TBS dilatarbelakangi kesadaran adanya kebutuhan segmen
pelanggan yang berbeda-beda, sehingga business stream untuk melayaninya
juga berbeda-beda.
Darwin
meramalkan kedua konsep itu akan hot di Tanah Air karena tingginya
kebutuhan meningkatkan daya saing perusahaan saat pasar Indonesia
diliberalisasi dan persaingan bebas terjadi. “Pada saat
itu,â€ÂÂ
ujarnya, “konsumen akan beralih ke penyedia jasa
yang lebih murah.â€ÂÂ
Di bidang
manajemen keuangan tak kalah menariknya. Roy Sembel, Direktur Program MM
Keuangan Universitas Bina Nusantara, mengungkapkan bahwa ada satu konsep
manajemen keuangan yang sudah agak populer di AS tapi belum dilirik perusahaan
di Tanah Air, yakni konsep Real Option (RO). Konsep yang digunakan untuk
menilai proyek ini diakuinya belum sepopuler konsep Net Present Value (NPV)
yang sudah lama dipakai. Faktor kerumitan konsep RO itu yang menyebabkan
penerapannya masih minim.
Toh, Roy yang
baru saja diangkat sebagai guru besar manajemen keuangan oleh Unika Atma Jaya,
Jakarta, menyebutkan ada kelebihan signifikan konsep RO yang sudah banyak
diterapkan kalangan perusahaan multinasional ini dibanding NPV. Dalam
pendekatan NPV, suatu proyek diharuskan terealisasi secara tuntas. Padahal,
kenyataannya, perkembangan suatu proyek biasanya berjalan secara bertahap. Nah,
dengan metode RO bisa dilihat apakah suatu proyek mengarah ke skenario yang
baik atau buruk. Jika mengarah ke kondisi yang tidak menguntungkan, proyek
tersebut bisa distop. Ini berbeda dari konsep NPV yang mengharuskan suatu
proyek dituntaskan.
Kelebihan
kedua, dalam metode RO, dikenal opsi yang disebut option for follow on
investment. Dengan NPV, kalau selisih benefit dan cost-nya
negatif, berarti proyek itu tidak feasible. Adapun dengan RO, proyek
tidak dilihat secara terpisah, tetapi secara terpadu dengan opsi untuk
berinvestasi di proyek-proyek berikutnya. “Jadi, meski
perhitungan investasi pertama negatif, proyek bisa feasible asalkan ada
proyek lanjutan yang mampu memberikan keuntungan. Ini misalnya bisa terjadi
dalam proyek membangun hubungan dengan pelanggan.
Konsep lain
yang disebutkan Roy yang juga tengah hot adalah Value At Risk (VAR).
Ini adalah metode pengukuran risiko berbasis komputer yang pada dasarnya
menyimulasikan berbagai peluang. Jadi, konsep VAR bisa dibilang bentuk metode
yang dipraktikkan dalam bidang risk management. Roy menyebutkan, konsep
VAR mulanya diperkenalkan oleh Bank of International Settlement yang bermarkas
di Basel, Eropa pada 1990-an. Indonesia mendapat toleransi memundurkan
penerapannya karena adanya krismon. Akan tetapi, Roy menyebutkan, konsep ini
hukumnya wajib bagi perbankan nasional, jika tidak ingin dikucilkan dunia
perbankan internasional. Ia menyebutkan Bank Mandiri dan Bank BCA di antara
bank-bank di Tanah Air yang sudah mengadopsinya. Buat perusahaan nonbank,
menurutnya, konsep ini penting karena akhirnya bank juga akan memaksakan
nasabah perusahaan punya standar manajemen risiko.
Sementara itu,
di bidang manajemen yang terkait dengan SDM, Tommy Sudjarwadi, Deputi Direktur
Human Capital Development yang mantan konsultan di Dunamis Intermaster,
menyebutkan beberapa konsep manajemen yang lagi hot, yakni Change
Management, Human Capital dan Knowledge Management (KM).
“Dunia ini berubah terus dan akhirnya berujung pada pengelolaan human
capital,†tutur Tommy. Mengolah knowledge,
menurutnya, berarti mengolah orang. Makanya, ia optimistis, KM pun akan
mengarah ke konsep Knowledge Economy. Ke depan, pendapatan perusahaan
akan beralih dari tangible product ke intangible product. Ia mencontohkan
bagaimana Singapura yang relatif tidak punya sumber daya alam memadai mampu
menjadi human capital-based country yang berhasil. Jadi, ia yakin,
konsep-konsep yang berkembang akan mengikuti ketiga konsep di atas, misalnya
konsep-konsep mengenai adaptabilitas, motivasi dan positive thinking.
Tentu saja,
masih banyak lagi konsep manajemen di bidang-bidang spesifik yang tengah in,
yang belum terungkap. Namun, Alberto meyakini – dengan berkaca
pada hasil survei konsep ini – apa pun konsep manajemen yang
bakal bersinar di masa mendatang, pada dasarnya bisa dimasukkan ke dalam dua
kelompok besar: konsep-konsep yang diberdayakan dengan TI dan konsep-konsep
yang bermuatan spiritual. Dalam kacamata Alberto, semua konsep manajemen yang
bersifat teknis dan operasional – seperti EVA, BSC, Six
Sigma, Kaizen, CRM, SCM, Reputation Management, Real Option,
VAR, Smart Customization, TBS, Business Intelligence dan Knowledge
Management – bisa dimasukkan ke kelompok pertama, berkat
perkembangan TI. Jadi, nantinya, menurut dia, orang tak usah repot-repot lagi
menerapkan pelbagai konsep manajemen operasional itu secara manual dan
konvensional, karena sudah bisa dikomputerisasi.
Adapun
konsep-konsep manajemen yang bersifat pengembangan sikap mental dan
kepemimpinan – contohnya 7 Habits, 4 Roles of Leadership,
Transformational Leadership dan Investor in People –
akan punya kecenderungan masuk pada kelompok konsep yang berbasis spiritual
(yang dalam hal ini tidak mesti melulu bermuatan religius). Alberto mengaku
punya perkiraan ini, antara lain, setelah melihat larisnya seminar-seminar
konsep manajemen berbasis spiritual yang digelar Ary Ginanjar, Gede Prama,
Mario Teguh atau Aa Gym.
Makin besarnya
peranan TI dalam penerapan konsep-konsep manajemen, khususnya yang bersifat
teknis-operasional, diamini Hanny Santoso, pengamat dan pengajar manajemen TI
dari UBiNus. “Saat ini hampir semua konsep manajemen bisa
di-TI-kan,†ujarnya. Namun, ia mengingatkan, tak
berarti semuanya bisa diimplementasikan dengan baik, jika tidak disertai
kesiapan manajemen dan budaya perusahaan tersebut. Hanny mencontohkan, konsep
BSC tidak akan bisa diimplementasikan bila datanya tidak tersedia, atau karena
sistem reward-punishment-nya tidak jelas. Begitu pula, CRM tidak bisa
dijalankan dengan benar jika hanya dianggap sebagai software belaka.
Gede Prama,
pakar dan pengamat manajemen dari Dynamic Consulting, sepaham dengan perkiraan Alberto.
Gede yang dikenal sebagai konseptor dan pengembang konsep manajemen spiritual
di Indonesia ini amat meyakini bahwa konsep manajemen berbasis spiritual akan
semakin in di masa depan. “Komunitas manusia akan semakin
sadar batas-batas rasionalitasnya, sehingga saat sudah kehilangan pegangan,
maka spirit akan menjadi tempat kembali,†ujarnya setengah berfilsafat.
Soal mana
konsep manajemen yang bakal diadopsi perusahaan, menurut Roy Sembel, ada dua
faktor yang memengaruhinya, yakni push factors dan pull factors. Push
factors adalah faktor-faktor yang mendorong, memaksa atau menekan
diterapkannya sebuah konsep manajemen. Biasanya ini berupa regulasi atau
keharusan yang dibuat mitra bisnis. Contoh yang paling jelas adalah soal
penerapan manajemen risiko di dunia perbankan. Adapun pull factors adalah
faktor-faktor yang bisa menjadi daya tarik atau benefit bagi perusahaan
yang menerapkannya.
Dalam bahasa
yang agak berbeda Darwin menyebutkan, faktor yang paling dominan memengaruhi
adopsi konsep manajemen di masa depan adalah struktur pasar. Di sini
faktor-faktornya adalah tingkat kompetisi dan jumlah pemain di mana perusahaan
berkiprah, ketersediaan barang substitusi, kekuatan pemasok dan kekuatan
pelanggan/pembeli.
Namun, Roy
mengaku, berdasarkan pengalamannya membantu bank-bank yang dihantam krisis, tak
sedikit hambatan yang menghadang perusahaan untuk bisa menerapkan konsep-konsep
manajemen terbaru. Di antaranya, ketidaksiapan SDM, kurangnya komitmen
manajemen puncak, ketertinggalan teknologi yang digunakan, dan mahalnya biaya
implementasi konsep tersebut. Sayangnya, banyak perusahaan Indonesia yang masih
sekadar berusaha melanjutkan hidup. “Boro-boro memikirkan
penerapan konsep manajemen terbaru, survive saja belum
pasti,â€ÂÂ
kata Roy. “Hambatan terbesar justru pada
perubahan mental orang-orangnya,†tutur Darmoyo Doyoatmodjo, Direktur PT Medco Energy International, ketika menceritakan pengalaman perusahaannya
menerapkan konsep manajemen Assets Based Organization.
Mengenai apa
yang sebaiknya dipakai agar perusahaan bisa mulus menerapkan konsep manajemen
terbaru, para pakardi atas boleh dibilang punya saran yang relatif sama, yakni
menyiapkan dan meningkatkan kualitas SDM, menyiapkan sistem dan prosedur yang
baik, membangun komunikasi dengan stakeholders, menyiapkan mekanisme
tata kelola perusahaan yang baik, membangun mental dan budaya perusahaan yang
adaptif, serta punya visi dan komitmen yang jelas dari manajemen puncak dan
pemilik perusahaan.
Darwin
mengingatkan, karena masih banyaknya perusahaan keluarga di Indonesia, pemilik
perusahaan mestinya rela melaksanakan profesionalisasi tim manajemen dan
memberikan insentif bagi manajemen dalam semangat peningkatan daya saing
perusahaan. Sementara buat BUMN, ia menyarankan agar manajemen tak diintervensi
secara politik dan ada jaminan keberlangsungan tim manajemen agar bisa
menerapkan konsep manajemen terbaru.
Dengan
pendidikan dan pelatihan kepada para profesional yang punya semangat tinggi,
Sammy meyakini perusahaan bisa lebih cepat mencangkokkan konsep-konsep
manajemen terbaru. Dan, yang tak kalah penting, â€ÂÂPerusahaan juga bisa memilah dan memilih mana konsep manajemen terbaru yang memang sesuai
dengan kebutuhannya.â€ÂÂ
Kutipan-kutipan
kecil
Alberto Hanani:
“Apa
pun konsep manajemen yang ngetren di masa mendatang, pada dasarnya bisa
dimasukkan ke dalam dua mainstream: konsep-konsep yang diberdayakan
dengan TI dan konsep-konsep yang bermuatan spiritualâ€ÂÂ.
Sammy Kristamuljana:
“Konsep
Reputation Management merebak karena faktor ketidakpastian dan
ketidakpercayaan orang terhadap kalangan perusahaan pasca-skandal Enron dan
WorldCom.â€ÂÂ
Darwin Silalahi:
“Konsep
Smart Customization dan Tailored Business Stream akan hot di
Indonesia karena tingginya kebutuhan untuk meningkatkan daya saing saat pasar
Indonesia diliberalisasi dan persaingan bebas terjadi.â€ÂÂ
Roy Sembel:
“Konsep
Real Option akan lebih menarik karena banyak orang kecewa dengan model
NPV biasa, sedangkan metode Value At Risk akan menjadi tren karena
perbankan atau perusahaan harus semakin canggih mengukur
risikonya.â€ÂÂ
Tommy Sudjarwadi:
“Konsep-konsep
(manajemen) yang berkembang akan mengikuti tiga hal berikut ini: Change
Management, Human Capital dan Knowledge Management.â€ÂÂ
Hanny Santoso:
“Hampir
semua konsep manajemen bisa di-TI-kan, meskipun tidak semuanya bisa
diimplementasikan dengan baik, karena tergantung pada kesiapan manajemen dan
budaya perusahaan tersebut.â€ÂÂ
Gede Prama:
“Eksisnya
konsep manajemen berbasis spiritual karena sudah merupakan fitrah
manusia.â€ÂÂ
No comments:
Post a Comment